| Tokoh nasional Kota Sibolga dan Kab. Tapanuli Tengah dan juga ketua umum PP Perti, Buya H.M. Syarfi Hutauruk |
JAKARTA - Peristiwa penganiayaan di Masjid Agung Sibolga yang mengakibatkan kematian Arjuna Tamaraya (21) warga Kalangan, Tapanuli Tengah, memantik kerisauan tokoh nasional asal Kota Sibolga, H.M. Syarfi Hutauruk.
Walikota Sibolga, periode 2010-2015 dan 2016-2021 ini mengaku pertama kali mengetahui peristiwa sadis tersebut dari media sosial dan pemberitaan beberapa media nasional baik televisi maupun online.
Syarfi mengaku miris mengetahui kenyataan bahwa Masjid Agung Sibolga, oleh sekelompok orang yang tidak bertanggungjawab dijadikan sebagai tempat melakukan penganiayaan yang berujung kematian.
"Innalillahi wa Inna Ilahiri rajiun. Duka yang mendalam dari kami sekeluarga untuk keluarga korban," katanya mengungkap kerisauannya.
Sosok yang saat ini mendapatkan amanah sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PP Perti) ini mengutuk keras peristiwa tersebut dan mengapresiasi gerak cepat Polres Sibolga yang telah berhasil mengamankan kelima tersangka pelaku dalam waktu kurang dari 24 jam.
"Penangkapan terhadap para pelaku ini menjadi babak penting untuk mengungkap apa sebenarnya yang terjadi pada malam itu. Dan apa kepentingan para tersangka berada di Masjid Agung tersebut pada malam dini hari," ungkap Syarfi.
Syarfi mengatakan, pembunuhan terhadap almarhum Arjuna Tamaraya, harus menjadi perhatian serius semua pihak.
Pasalnya, tempat yang sejatinya yang paling aman dan damai di muka bumi ini dijadikan tempat pembantaian oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab.
"Jadi perlu ditelusuri motif lain dibalik aksi keji ini," terangnya.
Syarfi menuturkan. Dari berbagai informasi yang berhasil ia himpun, para tersangka bukanlah pengurus/ marbot atau pihak yang bertugas menjaga keamanan Masjid Agung Sibolga. Sehingga keberadaan mereka di masjid tersebut perlu ditelusuri.
Bahkan, lanjutnya. Sepanjang yang ia tahu Masjid Agung Sibolga tidak pernah mengeluarkan aturan larangan tidur di teras masjid khususnya bagi para musafir.
"Lantas atas dasar apa para pelaku melarang dan keberatan orang tidur di teras masjid?" ujarnya heran.
Polres Sibolga lanjut Syarfi harus mendalami motif para tersangka berada di Masjid Agung Sibolga dini hari tersebut yang berujung pelarangan tidur dan penganiayaan.
"Harus diungkap ke publik, apakah para pelaku jamaah tetap yang sholat di masjid tersebut?, jika tidak, lalu apa kepentingan mereka melarang musafir datang untuk beristirahat di masjid?" tanya Syarfi.
Syarfi menduga, para pelaku bisa saja merasa terganggu atas keberadaan korban di masjid tersebut yang dapat menghambat aktivitas negatif yang ingin direncanakan.
Sehingga pelarangan tidur di masjid tersebut hanya alasan agar para pelaku bisa leluasa melakukan aksi negatif lainnya seperti menghisap ganja atau narkoba.
"Perlu didalami oleh pihak kepolisian segala kemungkinan ini sehingga peristiwa ini bisa diusut hingga tuntas," ucapnya.
Selain itu, Syarfi juga menghimbau agar masyarakat Kota Sibolga dan Tapanuli Tengah dapat mengambil hikmah dari peristiwa berdarah ini.
Ia mengatakan, kehati-hatian dalam mengelola masjid memang sebuah keharusan, namun tindakan yang harus diambil andai ada hal-hal yang mencurigakan adalah langkah-langkah yang arif dan bijaksana.
Sosok yang saat ini akrab di sapa Buya ini juga menyarankan, agar BKM Masjid Agung Sibolga sudah saatnya menempatkan petugas keamanan/ jaga malam di lingkungan masjid.
Hal ini untuk menghidari tindakan sepihak orang-orang yang tidak bertanggungjawab terhadap para musafir atau warga yang memilih beristirahat di masjid.
"Pada saat saya Walikota Sibolga dulu, kami selalu menganggarkan bantuan hibah untuk Masjid Agung. Jika hibah itu masih diteruskan sampai saat ini, anggaran itu mungkin bisa dialokasikan untuk menggaji petugas keamanan tersebut," usulnya.
"Kita tidak ingin hal ini terjadi lagi ke depannya, maka perlu ada sikap dan persepsi yang sama dalam menyikapinya," pungkasnya.
