![]() |
| Cahaya Amonta, adik kandung almarhum Arjuna Tamaraya (21) |
BANDA ACEH - Sang adik dari almarhum Arjuna Tamaraya (21) korban meninggal dunia akibat pengeroyokan oleh lima orang di Masjid Agung Sibolga, mengungkapkan momen-momen terakhir bersama almarhum, pada Rabu (5/11/2025)
Dalam sebuah kesempatan podcast bersama serambinews, yang dipandu oleh Indra Wijaya, sang adik yang bernama Cahaya Amonta mengaku mengetahui kabar tragis yang dialami sang abang pada Jumat (31/10/2025) pukul 14.00 WIB, dari seorang ibu warga Sibolga, bermarga Hutagalung.
Dirinya tak habis fikir, sang abang yang dikenal baik dan kerap membantu keluarga tersebut harus berakhir tragis di tangan orang-orang bejad yang mengeroyoknya.
"Saya tidak habis fikir, kok ada orang seperti itu," ungkap Cahaya
Ia menceritakan, dari informasi yang ia dapatkan, Arjuna Tamaraya dikeroyok oleh lima orang yang melarangnya beristirahat di masjid Agung Sibolga.
Brutalnya pengeroyokan yang dialami sang abang, memaksa Cahaya enggan menonton rekaman CCTV yang beredar di media sosial termasuk yang ditayangkan melalui media televi.
"Cahaya sendiri belum tonton videonya, karena tidak sanggup," akunya dengan suara lirih.
Cahaya yang saat ini tercatat sebagai mahasiswa di Universitas Syiah Kuala Banda Aceh ini mengungkapkan sosok Arjuna Tamaraya yang baik dan peduli terhadap keluarganya.
Arjuna, kenang Cahaya, adalah seorang abang yang royal terhadap adik-adiknya. Sebagai anak tertua, Arjuna kerap membawa adik-adiknya jalan-jalan dan makan-makan saat punya uang banyak.
"Tapi kalau uangnya benar-benar lagi tidak ada, ya gak ada (jalan-jalan sambil jajan-red)," ungkapnya.
Selepas lulus SMK tahun 2021, lanjut Cahaya. Abangnya memilih melaut dengan kapal-kapal nelayan di Sibolga dan Tapteng.
Sekali melaut, almarhum bisa menghabiskan waktu 12 hari hingga 3 bulan lamanya.
"Sepengetahuan saya itu, tanggal hari Rabu (29/10), minggu kemarin kan, abang saya itu berpamitan (dan) itu terakhir kali kami teleponan. Itu saya posisinya lagi di Perpustakaan, buat tugas juga bersama kawan-kawan. Lalu abang saya nelpon, dek abang berangkat ya, katanya, selama tiga bulan. Berangkat kapal viser, katanya," kenangnya.
Mengetahui sang abang akan melaut, Cahaya pun berpesan agar sang abang berhati-hati dan jaga diri.
"Iya, Dek. Kalian juga sehat-sehat juga disana," ucap Cahaya menirukan pesan terakhir sang Abang.
Sang abang pun sempat berjanji akan menemui kembali keluarganya menjelang Puasa Ramadhan tahun 2026 yang akan datang.
Cahaya tak pernah menyangka, bahwa komunikasi pada Rabu (29/10) tersebut adalah perbincangan terakhir sang adik dengan abang semata wayangnya.
Dari informasi yang ia dapatkan, ternyata sang abang batal melaut hari itu karena sakit lama Arjuna Tamaraya (Epilepsi) kambuh.
Ia menuturkan, Epilepsi yang diderita abangnya bukanlah penyakit kelainan genetika (keturunan) tetapi akibat kecelakaan yang dialami sang abang saat di Simelue yang menyisakan cedera parah pada bagian kepala.
Sejak peristiwa itu, kepala almarhum menjadi bagian yang sangat sensitif yang harus ia lindungi sebaik-baiknya.
"Karena epilepsinya kumat jadi abang saya ini tidak jadi melaut dan memutuskan beristirahat sementara di Masjid Agung Sibolga," beber Cahaya.
Dari peristiwa tragis tersebut, Cahaya mengaku tidak menyangka ada manusia yang tega melakukan penganiayaan sadis terhadap manusia lain.
Ia menilai, kesadisan penganiayaan tersebut bukan karena peristiwa itu terjadi didalam masjid, tetapi karena kebrutalan para pelaku.
"Siapa sih yang melarang orang beristirahat di masjid?" tanya Cahaya.
"Melihat kejadian itu, terpukul juga iya. Merasa tidak terima juga iya, Trus apakah tidak terpikir di kepala para pelaku itu bahwasanya kalau keluarganya diperlakukan seperti itu, akan seperti apa perasaan mereka," ujarnya sedih.
Cahaya pun berharap proses hukum terhadap pelaku penganiayaan terhadap abangnya diselesaikan dengan tuntas dengan hukuman yang setimpal.
Secara khusus, Cahaya pun berpesan kepada kelima pelaku agar mengambil pelajar dari peristiwa tragis tersebut. Ia meminta para pelaku untuk tidak menilai orang dari sisi luarnya saja melainkan harus membuka diri untuk berdialog, bertanya.
"Ini menjadi pelajaran bagi pelaku bahwa jangan menilai orang itu dari luarnya saja. Jadi kalau misalnya ada kendala atau apa, bicarakan baik-baik dengan orangnya. Kita tidak tahu apa masalahnya, apa masalah orang itu dibalik itu (hingga tidur di masjid). Mungkin dia hanya menenangkan diri. Jadi kita tidak boleh semena-mena sama orang," pungkasnya.

