PP PERTI Tunggu Hasil Sidang Istbad Dalam Menentukan Awal Ramadhan 1446 H

SW25
0
Ketua Umum PP Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) Buya Drs. H.M. Syarfi Hutauruk, MM

JAKARTA - Pimpinan Pusat Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PP Perti), menegaskan bahwa akan mengikuti hasil dari sidang istbad dalam menentukan awal Ramadhan yang dilaksanakan pada Jumat 28 Februari 2025.

Hal itu dikemukakan oleh ketua umum PP Perti, Buya Drs. H.M. Syarfi Hutauruk, MM didampingi Wakil Ketua Umum PP Perti sekaligus guru besar UIN Imam Bonjol Padang, Buya Duski Samad, di Jakarta (27/2/2025).

Buya Syarfi menjelaskan, Perti telah berkirim surat kepada seluruh pengurus pimpinan cabang dan pimpinan daerah Perti se-Indonesia terkait pemberitahuan awal bulan Ramadhan tahun 1446 H.

Awal bulan Ramadhan tersebut menunggu hasil sidang istbad pada Jumat (27/2) yang dipimpin langsung oleh Menteri Agama RI, Nazaruddin Umar.

"Kita menghimbau kepada seluruh jamaah Perti untuk mengikuti dan menunggu keputusan pemerintah melalui Sidang Istbad awal puasa pada Ramadhan 1446 H kali ini," kata Buya Syarfi.

Masih kata Buya Syarfi. Pada Sidang Istbad tersebut, PP Perti menjadi salah satu anggota sidang. Maka sebagai salah satu ormas yang terlibat langsung dalam menentukan awal Ramadhan, sudah sepatutnya Perti tidak mendahului pemerintah dalam menentukan awal Ramadhan selain menunggu hasil keputusan bersama pada Sidang Itsbad yang dilaksanakan sesuai dengan kaidah hukum Islam dan kaidah ushul fiqih hukmul hakim ilzam wa yarfa'ul khilaf.

"Artinya, konsekuensi dari keikutsertaan Pimpinan Perti sebagai anggota sidang itsbad adalah tunduk, patuh dan melaksanakan keputusan hasil sidang itsbad tersebut dan harapannya akan diikuti oleh seluruh jamaah Perti diseluruh Indonesia," ujarnya.

Buya Syarfi, Walikota Sibolga periode 2010-2015 dan 2026-2021 ini menerangkan, Perti sebagai ormas Islam yang paham keagamaan dalam aqidah beritikad ahlulsunnah wal jamaah, dalam fiqih bermazhab Imam Syafi'i dan bertasawuf serta bertarikat sejak didirikan pada 5 Mei 1928 lalu, tetap kuat dalam berpendirian bahwa setiap paham yang bersifat ikhtilaf (khilafiyah) ketetapan akan diikuti dan dilaksanakan dalah yang sudah dimusyawarahkan kemudian mendapat pengakuan dan ketetapan dari ulil amri atau pemerintah yang sah.

Dalam Islam, kewenangan untuk menentukan awal puasa Ramadhan dan Idul Fitri biasanya ada pada otoritas keagamaan dimasing-masing negara atau komunitas muslim.

"Kalau di kita (Indonesia-red), ada Kementerian Agama dengan sidang istbadnya, Arab Saudi ada Otoritas Keagamaan pada Mahkamah Agungnya  atau seperti di Mesir ada pada Dar Al Ifta Al Misriyyah, yakni lembaga fatwa resmi yang menentukan awal bulan hijriyah," bebernya.

"Kalau dulu kan, keputusan dibuat berdasarkan pengamatan bulan oleh khalifah atau pemimpin wilayah. Namun sekarang ini keputusan lebih bersifat kolektif dengan melibatkan ulama, astronom dan lembaga resmi negara," tambahnya.

Lebih jauh, anggota dewan pakar MN KAHMI ini mengatakan Perti menghormati bilamana pada Ramadhan tahun 1446 H ini terjadi perbedaan penentuan awal Ramadhan antara pemerintah dengan ormas Islam Muhammadiyah atau ormas Islam lainnya.

Menurutnya, selama perbedaan tersebut muncul akibat dari perbedaan cara penentuan Ramadhan yang masih menggunakan metode syariat seperti  hisab (perhitungan) dan rukyat (pengamatan langsung), hal itu sah-sah saja.

Keputusan PP Perti konsisten mengikuti hasil sidang itsbad dalam menentukan awal Ramadhan maupun awal Syawwal merupakan sikap tegas Perti yang terus dipertahankan sejak berdiri pada 1928.

Selain karena hal tersebut bentuk ketaatan kepada Ulil Amri (pemimpin) juga karena metode penetuan awal Ramadhan yang diterapkan oleh Pemerintah Indonesia menggunakan hisab dan rukyat dalam sidang istbad.

Perti mendukung penggabungan dua metode tersebut karena hisab (perhitungan astronomi) memberikan panduan awal dan rukyat (pengamatan hilal) dalam memastikan keputusan final sesuai syariat.

"Perti menekankan bahwa persatuan dalam ibadah lebih utama dibandingkan perbedaan metode. Sikap setiap kelompok menentukan awal puasa sendiri, bisa menimbulkan kekacauan dan perpecahan dalam masyarakat. Oleh karena itu. mengikuti keputusan pemerintah dalam sidang istbad adalah langkah terbaik untuk menjaga perstuan umat Islam di Indonesia," pungkasnya.

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)