Merawat Denyut Demokrasi dalam Pemilu 2024

Redaksi 2
0
Edikania Zega | Foto: istimewa

Penulis: Edikania Zega

Sistem demokrasi yang berlandaskan hukum dan berkedaulatan rakyat menjadi dasar kehidupan dalam berbangsa dan bernegara. Demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang dianut oleh Indonesia menyatakan bahwa suatu pemerintahan dipimpin oleh rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat. Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung umum bebas rahasia jujur dan adil lima tahun sekali sebagaimana tertuang dalam Pasal 22E ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tahapan pemilu 2024 mendatang, sasarannya harus menggerakkan seluruh subjek untuk dapat merawat secara substantif denyut demokrasi dalam pemilu 2024.

Selain menjaga partisipasi, aspek ketepercayaan institusi demokrasi akan meningkatkan efektivitas pemilu sebagai akselerator pembaruan sosial. Pemilu sangat penting bagi suatu negara terletak pada kenyataan bahwa melalui pemilu, warga berkesempatan untuk memberikan dukungan bagi politikus pujaan mereka, melainkan bahwa inilah titian permusyawaratan rakyat.

Yang esensial di dalamnya ialah keterlibatan warga dalam pengambilan putusan terkait suatu masalah bersama.Persoalan keterwakilan politik dan kepemimpinan nasional di sini coba diselesaikan lewat suatu mekanisme kontestasi, yang menjabarkan bukan semata program kerja dan citra para politikus, tapi juga deliberasi publik atas isu-isu bersama. Partisipasi mutual tersebut memungkinkan terjadinya suatu dialog, yang pada akhirnya membedakan tatanan demokrasi dari kediktatoran.

Kerangka minimalis tentang Demokrasi, menurut pemahaman klasik Joseph A Schumpeter (2010-1943) bahwa demokrasi sebagai suatu metode yang merupakan tatanan kelembagaan demi mencapai putusan politik, yang di dalamnya personal atau individu memiliki kuasa penentu melalui pertarungan kompetitif untuk memperebutkan dukungan luas mereka.

Dijelaskan Schumpeter, keterlibatan publik dalam pengambilan keputusan adalah hal utama yang melampaui ritual pemilihan pemimpin politik. Selain mengandaikan suatu kebebasan politik, keterlibatan tersebut menuntut pengetahuan politik yang memadai agar partisipasi menjadi jalan pemberdayaan. Di situlah kita dapat melihat permusyawaratan sebagai ekspresi kedaulatan.

Bertolak dari pemahaman diatas, dapat ditarik beberapa implikasi penting. Pertama, demokrasi tidak mungkin direduksi menjadi sekadar pemilu. Kedua, pemilu layak untuk diletakkan lebih daripada syarat minimum pemenuhan demokrasi prosedural. Ketiga, pemilu dapat memenuhi tujuan deliberasi hanya manakala di sana ada keterlibatan berkualitas dan meluas publik.

Sebagai perbandingan, dalam terma ‘pesta demokrasi’, rezim Orde Baru justru mendegradasi makna pemilu dan menenggelamkan demokrasi dalam suatu perayaan minus permusyawaratan. Ketika ruang partisipasi diokupasi oleh kekuasaan, mobilisasi dan manipulasi politik hanya memproduksi pembodohan. Tak pelak, hasil pemilu memberi tidak lebih daripada legitimasi semu pemerintahan.

Agar tidak berakhir pada tragedi yang sama, pemilu perlu didorong untuk bermuara pada penciptaan prosedur kontestasi yang fair, dan lebih lanjut berkontribusi bagi konsolidasi demokrasi. Yang pertama akan memberi lapangan bermain setara bagi para partisipan, sedangkan yang terakhir mengukuhkan permusyawaratan sebagai rute politik untuk mengupayakan kesejahteraan bersama.

Survei nasional Indikator Politik Indonesia pada Februari 2022 mengabarkan, kepercayaan publik terhadap demokrasi masih tergolong tinggi, pada kisaran 77,2%. Betapapun tidak sempurna, demokrasi masih dipercaya sebagai tatanan yang lebih baik. Di tengah kecamuk berbagai tantangan sosial yang berpeluang menggerus kualitas demokrasi, hasil ini terang mempertebal optimisme.

Optimisme politik tidak pernah berdiri sendiri. Pippa Norris (1999) menunjukkan bahwa kepercayaan terhadap institusi-institusi pokok demokrasi turut memengaruhi partisipasi politik dan keterlibatan warga. Lembaga-lembaga politik pun butuh untuk memelihara ketepercayaan mereka agar legitimasi kekuasaan terjaga bersama menguatnya kuantitas dan kualitas partisipasi warga. 

Komitmen untuk menjaga demokrasi dan integrasi bangsa sangat penting untuk memastikan bahwa semangat kontestasi tidak mengarah pada permusuhan dan menggerogoti persatuan nasional. Kemenangan politik tidak boleh dibayar dengan keterbelahan berlarut warga. Komitmen tersebut patut dijadikan modal awal untuk meningkatkan efektivitas pemilu.

Hal yang secara alamiah akan terjadi pada 2024 ialah lahirnya generasi baru politik. Di luar itu, pemilu selayaknya menjadi bagian pembaruan berkelanjutan politik yang mampu mengakselerasi dinamika demokrasi tanpa kehilangan pijakannya pada stabilisasi tatanan.

Indikator Politik Indonesia dan kepercayaan publik terhadap demokrasi diangka 77,2% mari kita merawat dan menjaganya melalui rekonsiliasi politik secara damai dan menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi. Konsistensi ini menegaskan antusiasme warga dalam menggambarkan tataran kepercayaan terhadap institusi demokrasi.

Meski demikian suatu kesalahan besar seandainya partai-partai politik dan segenap elite di dalamnya menyia-nyiakan hal ini sekadar demi permainan kekuasaan. Merawat denyut demokrasi menjadi tugas penting setiap subjek politik dalam rangkaian tahapan Pemilu 2024. Keseriusan kita untuk menjalankan tugas tersebut dapat meningkatkan kualitas pemilu agar tidak jatuh menjadi pelengkap syarat minimum demokrasi prosedural.

Tags

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)